Sabtu, 08 Desember 2012

Aku Ingin Menjadi Kebanggaan Ibu


         Namaku panggilanku adalah Lisa, waktu itu aku masih berusia 8 tahun, tepatnya kelas dua SD. Dan aku hanya tinggal berdua di rumah dengan ibuku, setiap hari ibuku yang mengantar dan menjemputku sepulang sekolah. Seperti biasa 5 menit sebelum bel pulang di bunyikan, ibuku sudah rajin datang ke sekolah untuk menjemputku. Siang itu ibuku tidak langsung mengajakku pulang. Beliau mengajakku ke sebuah taman yang tak jauh dari lokasi sekolahku, di sana banyak mainan dan ayunan, aku bebas bermain sepuasku. Setelah capek bermain, aku menuju ibuku yang sedang duduk menyendiri sambil memantauku dari kejauhan.”Ibu,......”, aku memanggilnya dari kejauhan. Dan ibuku membalasnya dengan senyuman lalu melambaikan tangan, seolah-olah memanggilku untuk mendekat kesana. Dan akupun segera berlali bergegas menuju ke tempat duduk ibuku. “Ibu punya seseuatu untukmu nak,...”, kata ibuku sambil mengambil sesuatu dari tasnya. Sungguh mengejutkan dan tak di sangka, ibuku memberiku jam tangan yang unik dan lucu, dan aku sangat senang sekali, karena modelnya sesuai dengan seleraku, berwarna biru muda dan ada gambar Barbienya. Wah, tanpa menunggu lama aku segera memakainya. 

”Bu, aku sayang ibu,... Aku ingin menjadi kebanggaan ibu. Apa yang bisa aku lakukan agar ibu bangga padaku ?”, tanyaku sambil duduk di pangkuan ibuku. 
”Kamu adalah kebanggaan ibu dan ibu sangat menyayangimu nak,...”,balas ibuku sambil memelukku erat-erat.
 ”Katakan padaku ibu, apa yang harus aku lakukan untuk menjadi kebanggaan ibu??”
”Ibu tidak bangga kamu menjadi juara, ibu tidak bangga jika kamu mendapatkan  nilai 10,..9,.. atau bagus di sekolah, tapi ibu juga tidak ingin kamu bodoh,...”
Akupun berfikir sejenak karena sedikit bingung dengan jawaban ibuku waktu itu. Karena cuaca waktu itu mendung dan mulai gerimis, ibuku segera mengajakku untuk pulang sebelum hujan menjadi deras. Sebenarnya aku masih kepikiran dengan ucapan ibuku yang waktu di taman itu, tapi lagi-lagi aku tak sempat menanyakannya pada Ibu. Hingga di hari kemudian dan aku mulai sedikit lupa.

     Selang empat tahun kemudian, akhirnya aku lulus dari SD dan akan melanjutkan ke jenjang tingkat di atasnya. Akupun terkejut dengan hasil perolehan ujian nasionalku, ternyata aku yang mendapatkan peringkat pertama. Dan sangat besar harapanku bisa masuk ke SMPN faforit di tempatku. Namun, dari situlah aku mulai teringat kembali akan ucapan ibuku waktu itu, meskipun aku yang mendapatkan juara, namun bukan itu yang menjadi kebanggaan ibuku. Di perjalanan pulang dari sekolah aku bertanya-tanya di benakku, kira-kira apa ya maksud ibuku dan apa yang bisa menjadi kebanggaan ibu dari ku??. Sesampai di rumah aku langsung menanyakannya kepada ibuku.
“hehehe,.. ternyata kamu masih mengingatnya nak,...”, itulah reaksi ibuku dari pertanyaanku.
“aku serius bu,..”
“kalau ibu bangga kamu jadi juara, kamu hanya akan berorientasi kepada nilai, ibu percaya kamu sangat sayang dengan ibu, kalau kamu sudah berorientasi dengan nilai, dan kamu meyakini dengan itu akan membuat orang lain bangga padamu, maka kamu akan melakukan apa saja demi mendapatkan nilai tersebut. Mungkin bisa jadi kamu akan berbuat curang,... ibu tidak akan menyebutkan tindakan curang seperti apa yang akan di lakukan agar nilainya menjadi bagus. Kalau itu terjadi maka kamu tidak jau beda dengan para koruptor. Karena mereka hanya berorientasi pada harta, nah dengan berbagai cara akan mereka lakukan, yang penting mereka mendapatkan harta tersebut.”
Dari situ aku mulai merenungkan dan mulai memahami maksud dari perkataan ibuku. Tidak hanya sampai situ, ibuku masih melanjutkan menjelaskan padaku.
“Dan ibu tidak ingin kamu bodoh nak, ibu tidak bangga kamu jadi juara. Tapi bukan berarti ibu tidak suka kamu menjadi anak yang pandai. Ibu tidak ingin karena ibu bilang ibu tidak bangga kamu jadi juara lalu kamu akan malas untuk belajar dan memilih menjadi anak yang bodoh. Menurut ibu nilai itu tidak menjamin orang menjadi berilmu, karena nilai bisa di rekayasa dan nilai bisa di beli. Tetaplah untuk belajar dan mencari ilmu, manfaatkan ilmu itu untuk kebaikan, bukan untuk di pamerkan, sia-sialah ilmu itu bila tidak bermanfaat. Dan ingatlah ilmu itu bukan yang utama, ilmu tanpa akhlak tidak akan menjadi sempurna. Jadi Akhlak itu yang lebih utama, kalau akhlak kita baik, insya’Alloh ilmu kita akan bermanfaat untuk kebaikan.”

           Semenjak itulah aku mulai sadar bahwa nilai bukanlah suatu jaminan untukku, untuk bisa menjadi yang terbaik. Percumah pula jika nilaiku baik, namun hasilnya dan apa yang aku dapatkan tidak sesuai dengan nilai tersebut. Yang terpenting aku adalah kebanggaan ibuku, dan aku bisa membanggakan ibuku dengan cara menjadi diruku sendiri, yang tidak pantang menyerah untuk berusaha, dan bisa berbagi ilmu yang ku miliki walau itu hanya sedikit mungkin yang bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar

    About