Rabu, 20 November 2013

Perbedaan dan keterkaitan antara Pendidikan dan Pengajaran

Pengajaran dan pendidikan sebenarnya tidaklah sama. Namun, masih banyak orang yang belum tahu perbedaan antara keduanya. Dalam bahasa arab, pengajaran disebut dengan Ta’lim, dan pendidikan disebut dengan Tarbiyah. Secara sederhana perbedaan keduanya adalah, jika Ta’lim merupakan kegiatan pengajaran ilmu dari seseorang kepada sekumpulan orang pada suatu tempat tertentu. Wujudnya yang paling mudah kita lihat pada saat pengajian rutin yang dilakukan oleh umat muslim pada saat tertentu di sebuah majelis ta’lim tertentu. Adapun Tarbiyah merupakan kegiatan pembinaan yang lebih khusus terhadap manusia dalam berbagai aspeknya.
Sedangkan perbedaan pengajaran dan pendidikan secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jika pengajaran lebih ke penguasaan ilmu, sedangkan pendidikan sampai ke perubahan sikap.
Sehingga dapat diuraikan perbedaan antara pengajaran dan pendidikan sebagai berikut.

a. Pengajaran
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pengajar, di sisni pengajar tersebut bisa saja seorang guru atau ustadz atau dosen dan lain sebagainya yang mengajarkan/menyampaikan ilmu kepada murid yang belajar/pelajar dalam bentuk teori maupun praktek. Diharapkan setelah itu murid tersebut dapat menguasai materi yang diterima dan memiliki keahlian atau keterampilan sesuai bidang keahliannya. Dalam kegiatan tersebut hanya menekankan pada penguasaan materi, menambah wawasan dan pengetahuan tentang bidang atau program tertentu, serta iptek dan skill. Aktivitasnya yakni mengarahkan serta memberikan kemudahan bagaimana cara menemukan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh pelajar. Metode yang digunakan dalam pengajaran lebih bersifat rasional, praktis, kognitif dan penguasaan materi. Karena sifatnya hanya sekedar mentrasfer ilmu pengetahuan. Meskipun di dalamnya terdapat interaksi antara pengajar dan pelajar itu sendiri serta terdapat proses yang saling mempengaruhi antara pengjar dan pelajar. Namun sejatinya pengajaran hanyalah ditujukan pada akal. Sehingga muridpun menjadi pandai dan berilmu pengetahuan (‘alim) serta mampu meningkatkan kepandaian dan keahliannya. Namun, hanya sebatas itulah yang didapatkan dalam proses pengajaran oleh pelajarnya. Karena tidak ada kewajiban pengajar untuk memperbaiki akhlak murid yang belajar/pelajar tersebut, sehingga apabila pelajar tersebut telah mendapatkan ilmu sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh pengajar, maka tugas pengajar telah selesai. Tidak ada aspek psychomotor yang diberikan oleh pengajar dalam suatu proses pengajaran terhadap pelajarnya. Karena aspek psychomotor tersebut diserahkan kepada pelajar untuk dikembangkan sendiri melalui orang lain, semisal orang tua dari pelajar itu sendiri.

b. Pendidikan
Lain halnya dengan pengajaran, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri dan nafsu, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperluakan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dimana pembinaan yang dilakukan dalam pendidikan tidak hanya melibatkan perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu, karena sesungguhnya yang dididik adalah hati dan nafsu. Jadi peserta didik diharapkan mampu memberikan manfaat tidak hanya untuk diri sendiri melainkan untuk yang lainnya juga. Di dalam proses pendidikan tidak hanya sekedar mentransfer ilmu semata, namun ada proses penggalian potensi, peningkatan diri menuju kedewasaan mental, serta bimbingan dari seorang pendidik. Sehingga bukan hanya ilmu yang didapat melainkan budi pekerti pula. Di dalam proses pendidikan membutuhkan wadah menetap, meskipun isi bervariasi dan berubah. Kegiatan yang dilakukan di dalamnya yakni pengembangan diri melalui pengalaman, yang bertumpu pada kemampuan diri belajar di bawah bimbingan pendidik. Sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu berkompetisi didalam lingkup kehidupannya atau menjadi insan cerdas kompetitif. Ilmu yang diperoleh oleh peserta didik dari pendidiknya dicoba untuk dipahami dan dihayati hingga tertanam dalam hati serta dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam pendidikan metode yang digunakan lebih bersifat kognitif, afektif, psikomotor, psikologis dan pendekatan manusiawi. Tugas seorang pendidik yang utama adalah memperkenalkan Tuhan kepada peserta didiknya, mengajak peserta didiknya untuk menghindari sifat-sifat yang keji dan tercela, serta mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji. Di sini tugas seorang pendidik adalah membina peserta didiknya hingga benar-benar mampu memahami ilmu yang diberikan, lalu mampu menerapkan ilmu tersebut dan menjadikan peserta didiknya berakhlak mulia dan berbudi pekerti. Karena sesungguhnya yang menjadi prioritas dalam pendidikan adalah akhlak peserta didiknya. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah dari pada pengajaran. Karena tidak semua orang mampu menjadi pendidik yang benar-benar mendidik peserta didiknya hingga menjadi insan cerdas berakhlak mulia. Serta membutuhkan waktu yang relatif lama dan tidak terbatas. Karena pendidikan dilakukan sepanjang hayat manusia.
Keterkaitan antara Pengajaran dan Pendidikan
Pada intinya pengajaran dapat dibedakan dengan pendidikan, tetapi sulit untuk dipisahkan. Karena keduanya saling mengisi dan melengkapi. Pembedaan dilakukan hanya untuk kepentingan analisis. Pengajaran dan pendidikan sangat diperlukan dalam proses pembianaan manusia menjadi manusia yang baik. Yakni manusia yang cerdas dan berakhlak mulia serta bermanfaat untuk dirinya dan untuk yang lainnya. Ada dua aspek penting di dalam diri manusia yang apabila dikembangkan dan dikelola dengan baik akan menjadi sesuatu yang bernilai positif. Begitupun sebaliknya jika kedua aspek tersebut tidak dikembangkan dan dikelola dengan baik maka akan menjadi sesuatu yang bernilai negatif. Dua aspek tersebut adalah akal dan akhlak manusia. Kedua aspek tersebutlah yang menjadi sasaran pengajaran dan pendidikan.
Jika hanya pengajaran saja yang ditekankan kepada manusia, maka manusia tersebut hanya akan menjadi pandai namun rusak akhlaknya. Akibatnya manusia tersebut memanfaatkan kepandaiannya untuk berbuat buruk dan hanya memuaskan nafsunya saja. Manusia tersebut akan ahli dan maju di bidangnya, dan berlomba-lomba mencari kemewahan, bersifat serakah dan mementingkan diri-sendiri, tidak memiliki belas kasihan dan rasa kasih sayang, maka nilai kemanusiaan itupun akan musnah. Fisiknya saja sebagai manusia, namun akhlaknya seperti setan bahkan bisa jadi lebih rendah dari hewan.
Begitupun sebaliknya, jika pendidikan saja yang ditekankan kepada manusia, maka akan menjadikan manusia yang berakhlak baik namun kurang berguna di tengah masyarakat. Karena jika hanya mendidik saja tanpa ilmu menyebabkan manusia mempunyai jiwa yang hidup tetapi tidak ada ilmu untuk dijadikan panduan. Akhirnya manusia tersebut kurang memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
Oleh sebab itu, manusia tidak cukup hanya dididik saja tanpa diberikan ilmu dan begitupun sebaliknya manusia juga tidak cukup hanya diberikan ilmu saja tanpa dididik. Tetapi manusia harus mendapatkan keduanya agar menjadi manusia yang baik dan cerdas. Meskipun kedua aspek tersebut penting dan dibutuhkan oleh manusia, namun harus ada yang di utamakan dari keduanya tersebut. Sebenarnya pengajaran dan pendidikan itu sendiri sudah ada sejak zaman nabi. Tidaklah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam diutus ke dunia ini kecuali sebagai penyempurna akhlak atau budi pekerti yang mulia, sebagaimana Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
” Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 45)
Jadi pada waktu itu akhlak umat di zaman Rasulullah tengah kacau dan rusak, oleh karena itu Rasul diutus oleh Tuhannya untuk menyempurnakan akhlak manusia pada waktu itu. Berarti dalam hal ini pendidikan lebih diutamakan sebelum pengajaran. Setelah rasulullah berdakwah dan berhasil merubah akhlak manusia menjadi baik, maka selanjutnya rasullullah mengajarkan kepada umatnya tentang ketauhidan dan ilmu kehidupan yang sesuai dengan syariat atau ketentuan dari Tuhannya. Jadi yang pertama dilakukan adalah mendidik manusia itu sendiri menjadi berakhlak sebelum mengajar manusia tersebut hingga pandai. Mengenalkan manusia tersebut kepada sang Penciptanya terlebih dahulu sebelum mengenalkan alam semesta beserta ciptaan-Nya yang lain. Menyadarkan manusia tersebut akan kedudukannya sebagai hamba Tuhan terlebih dahulu sebelum mengajarkan manusia menjadi khalifah-Nya.
Jika dalam proses membangun dan membina manusia, pengajaran yang lebih di dahulukan, maka akan terbentuk manusia yang tidak mengenal siapa penciptanya dan jiwanya tidak hidup serta akan menjadi perusak di muka bumi, bahkan bisa menjadi musuh terhadap manusia yang lain maupun terhadap Tuhannya sendiri. Manusia yang jahat bukan karena tidak memiliki ilmu. Jumlah manusia bodoh yang jahat hampir sama dengan jumlah manusia pandai yang juga jahat. Bahkan manusia pandai yang jahat lebih jahat daripada manusia bodoh yang jahat. Karena manusia yang pandai menggunakan kelebiahan akalnya/ilmunya untuk kejahatan. Lihatlah salah satu contoh yang marak terjadi dikalangan petinggi negara. Mereka adalah manusia-manusia yang pandai dan memiliki prestasi di bidang akademik, karena pasti mereka adalah lulusan-lulusan dari perguruan tinggi yang juga ternama. Namun, mereka miskin akhlak, sehingga mereka hanya memiliki kepandaian dan kepandaian tersebut dimanfaatkan untuk kejahatan, yakni untuk mengambil apa yang bukan hak mereka. Manusia menjadi jahat karena proses pendidikannya yang tidak tepat sehingga jiwanya tidak hidup.
Memang tidak semuanya ilmu mempunyai nilai pendidikan. Ilmu agama khususnya ilmu fardhu ‘ain seperti ilmu mengenal Tuhan memang untuk mendidik. Sedangkan kebanyakan ilmu akademik seperti matematika, perdagangan, sejarah, ilmu alam dan lain-lain tidak dapat untuk mendidik dan sekedar untuk mengajar saja. Meskipun begitu, jika proses pendidikan berjalan dengan benar, sehingga jiwa Tauhid hadir pada diri manusia, maka ilmu-ilmu akademik akan menambah keyakinannya dan akan menjadikannya semakin melihat betapa besar kuasa-Nya dan hebatnya Tuhan. Sebaliknya bagi manusia yang kosong jiwanya dari mengenal Tuhan, ilmu-ilmu tersebut hanya akan melalaikan manusia karena manusia tidak mampu mengaitkan apa yang mereka pelajari dengan Tuhan.
Dalam mencari ilmu, seseorang bisa belajar dari beberapa guru, karena hanya ilmu yang dipelajari. Tetapi dalam mencari pendidik yang mampu mendidik dirinya dengan sungguh-sungguh, tidak bisa ada lebih dari seorang pendidik. Pendidik yang sesungguhnya adalah pemimpin, model, sekaligus contoh untuk diikuti. Kalau ada banyak pendidik ibaratkan seperti satu lukisan yang dilukis oleh beberapa pelukis dari berbagai aliran, hasilnya tidak akan bagus, karena mereka memiliki cara dan ide yang berbeda-beda, sehingga jika dijadikan satu tidak akan membentuk sesuatu yang bernilai estetik. Karena estetik menurut pandangan setiap pelukis akan berbeda-beda.

0 komentar:

Posting Komentar

    About